Inilah MLM..!!!
Pemasaran berjenjang atau Multi Level Marketing
adalah
 sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur 
secara langsung. Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumen adalah
 harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara 
tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi.
Komisi
 yang diberikan dalam pemasaran berjenjang dihitung berdasarkan 
banyaknya jasa distribusi yang otomatis terjadi jika bawahan melakukan 
pembelian barang. Promotor akan mendapatkan bagian komisi tertentu 
sebagai bentuk balas jasa atas perekrutan bawahan. Namun ada juga 
beberapa MLM yang tidak memberikan bonus atas jasa perekrutan, karena bonus perekrutan termasuk bonus yg DILARANGberdasarkan Permendag No 13 tahun 2006 Bab I Pasal 1 ayat 11.
Sistem
 permainan uang cenderung menggunakan skema piramida dan orang yang 
terakhir bergabung akan kesulitan mengembangkan bisnisnya. Dalam 
pemasaran berjenjang, walaupun dimungkinkan telah memiliki banyak 
bawahan, tetapi tanpa omzet tentu saja bonus tidak akan diperoleh.
Informasi
 tentang jenis pemasaran berjenjang yang benar dapat mengacu pada 
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 13/M-DAG/PER/3/2006
 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan 
Langsung dengan memuat larangan tegas yang tercantum pada bab VII.
Fakta Yang Terjadi dalam bisnis MLM
Terlihat dengan jelas bahwa system MLM yang berjalan saat ini tidak sesuai dengan syari’at.
Bagaimana mungkin para pebisnis MLM dapat menuai hasil jutaan rupiah hanya dengan menkonsumsi/membeli/menjual sekian produk.
Sebagai contoh,
A
 terdaftar sebagai member PT.MLM. Sesuai dengan kesepakatan dari PT.MLM,
 untuk mendapatkan bonus, A harus menjual/membeli/mengkonsumsi produk 
PT.MLM sebanyak 50 poin (misalkan bonus Rp 1 Juta). Dengan 
mengkonsumsi/menjual/membeli dengan nilai 50 poin, A akan mendapatkan 
bonus atas penjualan/pembelian/konsumsi pribadi dan bonus poin jaringan 
group. Selanjutnya A merekrut 3 orang downline, dan masing-masing 
downline melakukan hal yang sama seperti A. Kemudian pada akhir bulan 
(atau istilahnya closing), A berhasil menjual/mengkonsumsi/membeli 
produk senilai 50 poin, sedangkan poin jaringan group berhasil 
menjual/mengkonsumsi/membeli produk senilai 500 poin.
Kalkulasi yang umum terjadi kemudian adalah sebagai berikut :
Bonus yang didapat oleh A :
Penjualan/konsumsi pribadi    = 50 poin
Penjualan/konsumsi group      = 500 poin
Total Bonus                                = 550 poin
Dari
 sini dapat kita lihat, total bonus yang akan dikalkulasikan untuk bonus
 A adalah sebesar 550 poin. Bagaimana mungkin A mendapatkan bonus 
senilai 550 poin, sedangkan A hanya berhasil mencapai target 50 poin. 
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hak A adalah hanya sebesar 50 
poin, sedangkan sisanya bukan haknya.
Umumnya, para 
pebisnis MLM seakan tidak tahu, tidak mengerti atau mungkin tidak mau 
tahu dan tidak mau mengerti dengan realita seperti ini. Kemudian mereka 
akan mengatakan, “Saya berhak mendapat bonus dari jaringan saya karena saya yang merekrut mereka melalui para downline-downline saya“.
 Sistem seperti inilah yang memang ditetapkan oleh perusahaan yang 
menjalankan system MLM. Dan ini bertentangan dengan ajaran Islam.
Ini
 yang menjadi permasalahan. Para promoter (upline) merasa bahwa mereka 
berhak mendapatkan kontribusi dari hasil kerja downline mereka. Persepsi
 seperti ini yang diterapkan kepada para downline mereka. Mereka 
mengatakan kepada para downline-nya, “Jika anda ingin seperti saya, maka anda harus menerapkan hal yang sama kepada para downline anda“.
Atau mungkin mereka akan mengatakan, “Sistemnya memang seperti ini“.
 Tapi para pebisnis MLM tidak tahu (atau pura-pura tidak tahu) bahwa ini
 bertentangan dengan aturan bermuamalah dalam syariat Islam.
Ada juga para pebisnis MLM yang mengatakan, “Sistem
 yang dijalankan tidak zhalim. Bisa saja para downline memiliki 
peringkat dan penghasilan yang lebih besar daripada upline, karena para 
downline bekerja lebih baik daripada upline mereka. Jadi tidak zhalim“.
Lantas
 siapa yang berhak menentukan criteria zhalim atau tidaknya system yang 
berjalan ? Tidak lain yang mengatakannya adalah para pemilik perusahaan 
dengan system MLM dan para pebisnis MLM. Bagaimana mungkin mereka bisa 
mengatakan “ini tidak zhalim”, sedangkan mereka mendapatkan bonus dari 
hasil kerja downline mereka, atau bonus mereka didapatkan dari 
perhitungan bonus group (hasil kerja downline) mereka. Seakan mereka 
merasa berhak mendapatkan kontribusi atau apapun namanya dari hasil 
kerja downline mereka, inilah yang dinamakan zhalim dan bathil.
Sedangkan dalam Al Qur’an sudah jelas dikatakan,
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil…” [QS Al Baqarah 188].
Dan firmanNya,
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” [QS Asy Syu'araa' 183].
Kalau
 mereka mau mengakui dengan sejujurnya, bahwa bonus yang benar-benar 
menjadi hak mereka hanyalah dari hasil penjualan/konsumsi/pembelian 
pribadi mereka. Para downline dan upline bekerja dalam satu team. Dalam 
artian, para downline tidak bekerja untuk upline, karena bonus yang 
didapatkan tidak dibayarkan dari kantong pribadi upline mereka. 
Terkecuali, bonus para downline dibayarkan oleh para upline, maka bisa 
dikatakan para downline memang bekerja untuk upline.
Sepertinya
 hal ini sudah jelas dan sangat jelas untuk dipahami. Hanya saja para 
pebisnis MLM dan perusahaan dengan system MLM menyamarkan kondisi ini, 
dan bisa juga karena kejahilan atau ketidakmautahuan para pebisnis itu 
sendiri.
Tapi buat anda yang ingin berbisnis MLM jangan
 takut kini ada MLM yg berbasis syariah yang telah di sah kan oleh 
MUI(Majelis Ulama Indonesia), dintaranya:
  -  PT. Ahad_net Internasional
  -  PT. UFO-BKB Syariah.
  -  PT Gema Mitra Bersama
  -  PT. Exer Indonesia.
  -  K-LINK
Hal tersebut disampaikan Wakil Sekretaris DSN-MUI Dr. Hasanuddin kepada MUI-online, Rabu/29/4 di Kantor MUI Jakarta.
Menurut
 Hasanuddin, di luar keempat MLM tersebut tidak ada komentar, karena ia 
belum menelitinya. Tapi, MUI menyarankan agar masyarakat mengikuti MLM 
yang telah bersertifikat syariah.
Selain
 itu, Hasanuddin juga menjelaskan bahwa proses sertifikasi yang 
dilakukan MUI adalah melalui proses yang panjang. Di antara adalah MUI 
terlebih dahulu membentuk tim untuk melakukan investigasi.
Dari
 hasil investigasi tersebut dibawa kedalam rapat, yang jika dari hasil 
investigasi tersebut ada kejanggalan. Maka MUI menyarankan agar 
diperbaiki. Setelah syarat dan ketentuan yang ditetapkan DSN-MUI sudah 
terpenuhi, baru lembaga tersebut mendapatkan sertifikat.
Sumber: 
-http://www.mui.or.id/index.php?searchword=MLM&ordering=&searchphrase=all&Itemid=1&option=com_search
Terima
 Kasih, Maaf bila ada kesalahan kata maupun penulisan untuk kritik dan 
saran bisa berkomentar langsung atau kirim melalui email saya di rifqi.nurfadhillah@gmail.com




0 komentar:
Posting Komentar