Pada
tanggal 21 Februari 2016 yang lalu, pemerintah melalui Kementrian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) mulai melaksanakan kebijakan kantong plastik
berbayar yang dilaksanakan pada 22 kota besar di Indonesia. Sistem pemberlakuan
kebijakan ini diatur mulai dari pemerintah provinsi hingga pada pemerintah
kota/kabupaten. Pencanganan kebijakan ini pun dilasanakan dalam rangka
memperingati Hari Peduli Sampah Nasional.
Dalam
kebijakan kantong plastik berbayar ini dipungut biaya Rp 200,- per kantong
plastik. Namun pada beberapa daerah memberlakukan harga yang lebih tinggi
daripada apa yang ditetapkan dalam kebijakan KLHK, misalnya di DKI Jakarta
kantong plastik dipungut sebesar Rp 5.000,-/kantong, di Balikpapan sebesar Rp
1.500,-/kantong dan di Makassar sebesar Rp 4.500,-/kantong. Harapan
pemberlakuan kebijakan ini dapat mengurangi sampah yang menumpuk di berbagai
sudut kota dan juga menekan biaya yang harus dibayarkan berkenaan dengan
pengelolaan smapah plastik.
Kebijakan kantong plastik berbayar ini pada
akhirnya dapat menekan penggunaan kantong plastik secara efektif. Hal ini
kemudian dapat mendorong berbagai alternatif penggunaan kantong plastik, salah
satunya ialah kerajinan tas belanja dan tas go
green.
kerajinan
tas belanja dan tas go green pada
saat ini mulai dilirik oleh berbagai kalangan untuk menggantikan peran kantong
plastik. Permintaankerajinan tas belanja dan tas go
green ini diprediksi akan meningkat
seiring pemberlakuan kebijakan ini.
Dalam
mendorong konversi penggunaan kantong plastik menjadi kerajinan tas
belanja dan tas go green yang
diproduksi oleh UMKM, maka perlu adanya campur tangan dari pemerintah, baik
pusat maupun daerah dalam menggalakan penggunaan tas belanja sehingga
terciptanya permintaan baru yang signifikan di pasar.
Adanya
campur tangan dari pemerintah ini diharapkan dapat lebih menggairahkan
perekonomian masyarakat yang berasal dari produksikerajinan tas belanja dan tas go
green, baik yang sudah berjalan maupun dari
pembukaan usaha baru.
Pemberlakuan kebijakan kantong plastik berbayar pada awalnya masih mencangkup pada sektor ritel, namun pada tahap selanjutnya pemberlakuan kebijakan ini akan menyasar pula pada pasar tradisional. Wacana ini pun disambut baik oleh Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia.
Adapun segmentasi pasar tradisional ini sangat efektif dalam mengurangi penggunaan kantong plastik. Seperti yang diketahui sampah plastik yang berasal dari pasar tradisional menyumbang prosentase yang sangat besar dari keseluruhan sampah yang ada.
Tarif yang dikenakan dari kantong plastik yang digunakan pada pasar tradisional masih sama dengan tarif kantong plastik pada sektor ritel, namun pemberlakuan tarif ini dapat saja berbeda-beda pada berbagaipasar tradisional. Hal ini dapat ditinjau dari seberapa besar tingkat keparahan sampah non-organik ini di pasar tradisional tersebut.
Jika tarif yang dikenakan tinggi tentu dapat mempengaruhi tingkat pembelian konsumen pula akan berbagai kebutuhan masyarakat di pasar tradisional. Seperti yang diketahui segmentasi konsumen pasar tradisionalmayoritas terdiri dari segmen menengah kebawah. Hal ini tentu akan mendorong alternatif lain dalam hal mengemas hasil belanja konsumen di pasar tradisional.
Dengan
kebijakan yang diterapkan pada segmen pasar tradisional ini diharapkan dapat
mendorong permintaan alternatif pembungkus lain, seperti halnya kerajinan tas
belanja dan tas go green. Hal
ini tentu menjadi pasar potensial bagi produk tersebut.
Berkaitan dengan pemberlakukan kebijakan
kantong plastik berbayar ini terdapat opini yang menyatakan bahwa "Pemberlakuan
kebijakan kantong plastik berbayar ini tidak hanya bisa dilakukan pada sektor
ritel semata, akan tetapi lebih efektif diberlakukan pula pada sektor produksi
yang menggunakan kemasan plastik".
Opini ini diperkuat pula dari banyaknya sampah yang berasal dari kemasan produk
di berbagai Tempat Pembuangan Sampah.
Opini
diatas dapat menjadi pertimbangan bagi produsen dalam mengalokasikan biaya
produksinya agar tetap memperoleh keuntungan yang optimum. Jika sebelumnya
hanya terdapat biaya pengemasan (packaging)
berbahan plastik, namun pada akhirnya terdapat tambahan biaya yang timbul dari
kebijakan plastik berbayar. Biaya yang ditanggung tentu diluar dari biaya CSR
yang dikeluarkan oleh perusahaan. Hal ini tentu mengakibatkan kenaikan
biaya produksi jika opini benar-benar terjadi.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar