Jika kita melihat tujuan pendidikan nasional Indonesia saat ini, tentulah amat sangat hebat dan kagum karena disit tertulis untuk mencerdaskan seluruh bangsa Indonesia. Namun sepertinya tujuan pendidikan itu bak api jauh dari panggang karena ternyata pendidikan hari ini tidak lebih dari apa yang disebut komoditi, sehingga semuanya sangatlah tergantung pada pasar dan cenderung pragmatis akhirnya arah pendidikan dan kurikulum pun cenderung ke arah indutrialisasi akhirnya yang terjadi adalah penindasan.
Apalagi jika melihat hari ini kebijakan pemerintah tidak lah berpihak kepada rakyat kecil seperti adanya RSBI / SBI, UKT, RUUPT, dll. Keadaan ini diperparah dengan tidak berdayanya Universitas eks IKIP dalam menghadapi hal tersebut. Karena hal ini akhirnya mereka yang mengaku mahasiswa pendidikan pun di didik bukan untuk memecahkan masalah sosial yang ada, namun sekali lagi hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Pendidikan sebagai hak asasi manusia bukanlah hal yang utama bagi pendidikan Indonesia yang sangat berorientasi pasar ini. Karena hanya mereka yang memiliki uang lah yang bisa bersekolah. Tidak mengherankan jika nantinya mereka yang telah menyelesaikan studi nya tidak akan peduli dengan keadaan sekitar dan cenderung acuh, karena memang mereka tidak pernah bersentuhan langsung dengan masyarakat yang akhirnya mahasiswa pun seakan membentuk kelas sosial baru yang terpisah dari masyarakat bukan bagian dari mereka. Hal ini seakan dipelihara oleh pemerintah yang memang memegang kebijakan atas pendidikan di Indonesia, pendidikan memang tidak lepas dari politik kekuasaan. Dan lewat situlah pemerintah mencoba menghegemoni semua aspek melalui pendidikan sehingga rantai penindasan pun terus berputar, mereka yang tertindas ketika naik akan menjadi penindas baru.
Diperparah dengan ternyata sangat banyak mahasiswa dan masyarakat yang tidak tau bahwa dirinya tertindas dan pemerintah mencoba menutupi hal ini sehingga terkesan tidak terjadi penindasan apa- apa dalam pendidikan sehingga siklus penindasan akan terus terjadi. Kelas – kelas hanya mengajarkan bagaimana menjadi seorang guru yang baik, tanpa mengajarkan bagaimana memutus rantai penindasan, bagaimana bisa menyelesaikan masalah sosial. Padahal jelas baik Freirre, Tan Malaka, dan Ki Hajar mengajarkan bahwa pendidikan ini harus bisa menyelesaikan masalah sosial. Dan untuk menyelesaikan itu kita harus berkelompok dan bersama – sama. Sehingga buku – buku Tan Malaka, Ki Hajar Dewantara, dan Paulo Freirre bukan lagi hanya sebagai mantra – mantra pengisi nilai di kelas.
Created by : Rifqi Nurfadhillah
0 komentar:
Posting Komentar